Diberdayakan oleh Blogger.

Galery 2011

syafaannayacompany | 11.26 | 0 komentar



















Kualitas Mencerminkan Hasil

syafaannayacompany | 06.34 | 0 komentar
Growing Up Plan 2
Kualitas Mencerminkan Hasil
Selasa, 20 November 2012
“Beri aku 1000 orang tua, niscaya kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia” demikian pesan Bung Karno, proklamator RI sekaligus pahlawan nasional kepada para pemuda. Ini menunjukkan betapa kualitas pemuda sangatlah bagus dan bermutu. Dibandingkan para orang tua pemuda cenderung lebih gesit dan lincah dalam bergerak. Ditambah pemikiran yang original dan membangun mereka dianggap mampu memperbaiki sebuah negeri.
Seperti saat membuat tulisan ini posisi saya adalah seorang pemuda yang masih berusia dua puluhan tahun. Di luar sana mereka yang berusia muda seperti ini telah memiliki banyak karya yang luar biasa. Sejarah pun sudah berbicara untuk membuktikan bahwa pemuda sangat berperan dalam pencapaian kemerdekaan negeri ini. Semangat mereka berjuang untuk lepas dari penjajahan mampu menggerakkan seluruh negeri melawan para penjajah. Merdeka! Itulah yang didapatkan. Kemerdekaan yang mampu melepaskan diri dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan, memiskinkan, dan membodohkan.
Pada usia saya yang masih muda ini saya kembali bertanya, apa yang sudah saya perbuat untuk orang lain dan negeri ini? Saat ini saya menjadi seorang pendidik pada Madrasah Ibtidayah di sebuah desa yang tenang. MI Tarbiyatul Ulum, Jembrak, Kec. Pabelan, Kab, Semarang, Jawa Tengah. Di sana saya mengabdi dengan berbagai kemampuan yang saya miliki. Kemampuan dan keterampilan yang saya dapatkan dari perkuliahan dan yang pasti sebuah organisasi yang mendidik saya menjadi “orang” yaitu Pramuka.
Berbekal itulah mulai saya abdikan diri di dunia pendidikan sebagai guru wiayata bakti. Jika mengharapkan gaji besar bukan disinilah tempatnya. Saya belajar menjadi guru yang baik, menarik, inovatif, dan pandai. Tujuannya agar siswa nyaman ketika belajar dengan saya. Tanpa ada rasa takut, tertekan, dan tegang namun tetap menghormati guru. Pembelajaran dengan model tradisional coba saya kikis pada saat pelajaran saya.
Meskipun belum sempurna penguasaan cara mengajar saya dengan berbagai metode baru selain ceramah, kini anak-anak mulai tertarik dan nyaman ketika belajar dengan saya. Bahkan semua kelas meminta saya untuk setiap hari diajar. “Pak, nanti ajar ya!” kata-kata ini sering terdengar jika anak-anak bertemu dengan saya. Saya sendiri pun kadang merasa kewalahan menuruti mereka. Karena jujur saja saya belum begitu meguasai cara mengajar yang baik. Di kelas rendah saya lebih sering kurang bisa menguasai kelas. Seperti di kelas I misalnya saya lebih sering membiarkan anak belajar dengan gaya mereka masing-masing dan cenderung ramai. Di kelas II dan III cukup bisa mengkodisikan meskipun kadang juga ramai.
Belajar dengan metode ini sudah mulai terlihat hasilnya. Anak-anak secara emosional sudah bisa dekat dengan saya. Mereka meminta pada hampir semua pelajaran ingin saya yang mengajar. Seperti pelajaran PJOK, SBK, Bahasa Inggris, dan IPA. Namun saya hanya melaksanakan tugas sesuai dengan SK Kepala Madrasah yang diberikan pada saya. Saya mau-mau saja jika diminta untuk mengajar mata pelajaran tadi.
Saya selalu berharap pada suatu saat nanti saya bisa menjadi guru yang professional namun menarik. Guru yang penuh dengan prestasi namun tetap rendah hati dan berwibawa. Harapan ini akan terwujud ketika saya terus belajar dan terus memperbaiki diri dan cara saya mengajar. Berangkat lebih pagi. Membuat media pembelajaran. Belajar metode mengajar yang baru. Pulang lebih akhir. Kurang lebih itulah yang baru saya lakukan.
Lain halnya dengan guru-guru yang hanya sebatas mengajar tanpa berfkir akan menjadi seperti apa dan bagaimana siswanya. Berangkat sesuka hati, hanya dengan model ceramah, tanpa media pembelajaran. Bisa kita lihat sendiri akan seperti apa hasilnya nanti. Masuk jam 07.00 namun berangkat 07.30 bahkan lebih. Akan seperti apa nanti siswa-siswanya jika gurunya saja terlambat? Hal seperti ini sudah tidak bisa “digugu dan ditiru” lagi oleh siswa. Guru kok telatan. Bahkan ada guru yang bolos karena ada pekerjaan lain yang lebih besar gajinya. Mau jadi bagaimana negeri ini nantinya jika guru-gurunya saja seperti ini?
Maka perlu perbaikan kualitas guru untuk menghasilkan siswa-siswa yang benar-benar kompeten dan siap tanding. Seiring dengan program Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yakni sertifikasi guru, diharapkan melahirkan guru yang berkualitas dan professional untuk kelahiran generasi muda yang cerdas. Bukan siswa yang hanya pandai tawuran saja tapi siswa yang mampu berprestasi untuk negeri.


Sriyanto

Guru MI Tarbiyatul Ulum

Refleksi ; Who Am I?

syafaannayacompany | 06.32 | 0 komentar
Growing Up Plan 1
Refleksi ; Who Am I?
Senin, 19 November 2012
Genap sudah dua tahun saya menjadi seorang pendidik pada tingkat Sekolah Dasar dalam hal ini Madrasah Ibtidaiyah. kurang lebih sudah dua tahun saya jalani bagaimana rasanya suka duka menjadi pendidik. Apalagi pendidik bagi anak-anak kecil yang lebih dominan memerlukan teladan.
Sekali lagi teladan. Teori penjalasan dalam konteks ini tak terlalu bisa dipahami oleh anak-anak. “Ini begini lho cara melakukannya, Nak!” dengan memberikan contoh. “Ayo kita kerjakan bersama-sama!” Kata-kata seperti itulah yang lebih tepat kita terapkan pada mereka. Bukan kata-kata menyuruh atau memerintah. Bukan “Kerjakan!”.
Sehingga sangat tepat semboyan yang diwariskan oleh Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara. Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Di depan memberi contoh/teladan, Di tengah-tengah membangun samangat, Di belakang mengarahkan.
Kita harus pandai mengambil mana yang bisa diterapkan pada sebuah konteks. Dalam hal ini saya sebagai seorang guru Madrasah Ibtidaiyah maka saya ambil Ing Ngarso Sung Tuladha –Di depan memberikan contoh/teladan- untuk bisa saya terapkan. Agar dapat memberikan tuladha yang baik, yang tepat maka perlu refleksi diri siapa sejatinya saya dan bagaimana saya bersikap. Kemampuan apa yang sudah saya miliki dan bagaimana menggunakannya. Apa kewajiban saya dan apa hak saya –sebagai pendidik?
Kompetensi dasar yang minimal dan harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah: kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Kompetensi kepribadian adalah gambaran/cerminan diri sebenarnya mengenai sikap, sopan, santun, tutur kata/ucapan, intinya berkaitan dengan diri. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengenai pengetahuan dan penerapan dunia pendidikan. Kompetensi profesinal adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab profesinya sebagai pendidik. Sedangkan kompetensi sosial adalah kemampuan tentang bagaimana dia ber-sosial, bergaul dengan orang lain atau masyarakat yang lebih luas.
Kemampuan-kemampuan itulah yang wajib dimiliki oleh setiap pendidik. Harus seimbang, tidak dominan salah satu. Seorang pendidik yang kompetensi kepribadiannya bagus sedangkan pedagogiknya kurang bagus tidak akan mampu melaksanakan tugas pendidikannya dengan baik. Dalam hal ini penyampaian materi saat proses pembelajaran. Begitu sebaliknya pendidik yang pedagogiknya bagus namun kepribadiannya kurang bagus hanya akan mampu mengajar tanpa bisa memberikan teladan yang baik dalam bersikap. Maka semua kempotensi tersebut saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan salah satunya.
Sekarang harus saya tanyakan pada diri pribadi saya sudah sampai sebatas mana komptensi-kompetensi itu saya kuasai. Apakah sudah semuanya atau baru salah satu atau bahkan belum ada yang dikuasai. Saya harus dapat menguasai kesemuanya jika ingin menjadi seorang pendidik yang baik. Jika pun sudah dapat menguasai kesemuanya itu baru bisa menjadi seorang pendidik yang standar sekali lagi standar. Karena masih banyak lagi kemampuan yang harus saya kuasai sebagai contoh masih ada etika profesi yang harus ditaati. Kemampuan-kemampuan lainnya juga wajib dikuasai agar bisa menjadi pendidik yang baik seperti kemampuan menulis, retorika, leadership, dan manajemen.
Hari ini bertepatan dengan hari Senin dan tadi kita bersama-sama melaksanakan upacara bendera. Petugas upacaranya sudah bagus. Pembina upacaranya saya sayangkan, ternyata kemampuan retorikanya perlu diperbaiki lagi. Saat menyampaikan amanat pada siswa-siswa terlalu singkat dan kurang mengena. Kurang ada “greget”. Nada ketika menyampaikan pun terlalu datar dan monoton. Seorang pendidik setidaknya mampu menguasai berbagai keterampilan dan cara berkomunikasi. Harus tahu bagaimana berkomunikasi dengan anak-anak, bagaimana berkomunikasi dengan pejabat, bagaimana berkomunikasi dengan orang dewasa, dan sebagainya.
Seorang guru bagi saya adalah seseorang yang multi talenta, mempunyai banyak kemampuan. Melebihi kemampuan seorang artis. Ada saatnya dia bisa berperan menjadi anak-anak, ada saatnya dia berperan menjadi orang tua yang memberikan nasehat dan wejangan, ada saatnya dia menjadi kawan bagi siswa-siswanya, dan sebagainya. Talenta seperti itulah yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Serta dapat memposisikan diri dimana dia berada dan bagaimana dia bersikap. Kapan harus marah, kapan harus menasehati, kapan harus mengarahkan, kapan menjadi sosok yang menyenangkan, dan sebagainya.
Kembali lagi pada diri saya. Apakah talenta yang saya miliki? Sudah mampukah saya seperti yang dijelaskan di atas. Sudah mampukan saya bisa berperan dengan banyak karakter? Sudah mampukah aku memposisikan diri dan bersikap?
Pada kata terakhir kembali saya ulangi judul Growing Up Plan 1 ini; Who Am I?

Sriyanto

Guru MI Tarbiyatul Ulum
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Seorang Pendidik Muda - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger